Catatanku...

Wednesday, December 07, 2005

Pengamen

Pengamen, sering sekali menimbulkan konotasi pengganggu ketenangan. Bagaimana tidak, bila kita sedang duduk berpanas-panas dalam bus atau angkot ditambah kemacetan dan kelelahan, kita pasti akan terganggu dengan kehadiran sosok pengamen yang bersuara pas-pasan dengan alat musik dan keahlian yang juga pas-pasan. Apalagi terakhir selalu disusul oleh disebarkannya kantong lusuh atau topi kumal sebagai penampung ungkapan penghargaan.

Di tanah air, aku jarang sekali bisa menghargai profesi pengamen. Tetapi tidak sejak aku berkesempatan tinggal di Eropa. Sosok pengamen di beberapa tempat di Eropa, seperti di Bremen, malah menambah semarak suasana kota. Pengamen di sini, tidak bisa mengamen sembarangan. Pertama, mereka tidak boleh mengamen dalam sarana transportasi umum atau berjalan dari rumah ke rumah. Berani berbunyi, pemilik rumah, sang sopir atau kondektur langsung menghentikan mereka. Dan bila masih membandel, polisi pun akan dengan sigap turun tangan. Kedua, bila pengamen nekat tetap ingin mengamen, mereka harus mendaftarkan dan melaporkan kegiatan pada polisi untuk tahu kapan, dimana dan berapa lama mereka boleh mengamen. Alhasil, pengamen di sini hanya ditemukan di pusat kota, di muka stasiun atau tempat-tempat turis lainnya.

Selain sarana mencari uang, mengamen juga sering dipakai sebagai ajang melatih keberanian diri untuk tampil di muka umum. Tak jarang mahasiswa jurusan musik atau drama memamerkan kemampuan mereka. Saat menjelang natal pun, sering sekelompok anak-anak menyanyikan lagu-lagu natal. Tetapi yang sering terjadi, para pengamen ini bertujuan utama mencari pemasukan selain memberi hiburan dan kemeriahan.

Dalam prakteknya, kebanyakan pengamen akan menampilkan lagu-lagu khas Eropa, seperti lagu-lagu klasik dari Mozart, Beethoven, Handels dan lainnya. Kehadiran para pengamen ini mampu membuat pejalan kaki atau pembelanja berhenti sejenak untuk menikmati penampilan mereka. Penampilan yang indah dan kompak membuat kantong atau wadah yang mereka siapkan akan dipenuhi oleh rincingan uang logam

Karena persaingan yang ketat, maka para pengamenpun cukup serius berinovasi, baik dalam penampilan maupun kualitas sajian mereka. Beberapa pengamen favoritku adalah duet dua lelaki yang mengkombinasikan musik elektrik, akustik dan juga ember besar atau kelompok pemain alat musik tiup dari Rusia atau duet perempuan berwajah serius dengan biolanya.

Penampilan profesional sekelompok warga Indian juga selalu menggelitik rasa kagumku. Dimanapun mereka tampil, penonton akan tersedot dengan antusias tinggi. Bagaimana tidak, bila mereka tampil ciamik dengan kostum dan perlengkapan suku Indian. Musik yang dimainkan akan mengingatkan kita pada suara alam, ditambah tarian yang eksotis, membuat mereka pantas mendapat acungan jempol. Penampilan merekapun dilengkapi oleh sound system yang memadai, bahkan sang asisten dengan rajin menawarkan CD rekaman lagu-lagu mereka pada pengunjung.

Sambil menikmati penampilan mereka, tak jarang pikiranku melayang ke tanah air. Kapan ya para pengamen itu bisa mendapat tempat dan penghargaan yang baik seperti di sini? tapi mengingat begitu banyaknya jumlah mereka dan betapa semrawutnya peraturan dijalankan, mungkin aku hanya bisa berharap saja.

Seandainya

- Hallo Bu..
+ hallo....ya, ibu bisa dengar suaramu dengan baik nak, apa kabar?
- Baik Bu. Aku punya berita bagus buat ibu, satu jam yang lalu aku sudah menyerahkan disertasiku. Akhirnya ya bu...

........ hening.....

- Bu, ibu masih ada?
+ Ada nak, ibu bahagia sekali (terdengar suaranya bergetar), ibu bangga padamu nak.
- Terimakasih bu, kalo enggak ada dukungan ibu dan bapak, entah apa jadinya ya bu...
+ Ah, ya tidak begitu to....
- Kalau saja ibu ada disini, kupeluk ibu kuat-kuat...
+ ibu bisa merasakan pelukanmu nak. Lalu bagaimana keadaanmu?
- lelah tapi lega bu
+ sudah mengucap syukur kepada Tuhan nak? ingat, kamu bisa sampai hari ini karena pertolongan Tuhan
- ups, aku lupa bu
+ ya sudah, tutup teleponnya lalu kamu berdoa dan bersyukur sama Dia. Itu yang penting kamu lakukan nak
- wah, aku masih kangen bu...
+ iya, ibu mengerti. Tapi Dia juga kangen pada ungkapan syukurmu. Dia sudah beri begitu banyak buatmu, tapi kamu malah lupa.
- iya bu, nanti aku telepon lagi.
+ iya nak. Ibu sayang kamu. Jaga dirimu baik-baik

-----------------

Ibu, seandainya dialog itu benar terjadi, lengkaplah kebahagiaanku. Sayang, kau tak ada lagi disisiku. Hari ini, saat aku menuntaskan apa yang menjadi harapan dan cita-citaku, cita-cita kita, engkau tak lagi hadir. Saat yang sudah lama kau nantikan, kau doakan, tak sempat kau saksikan.

Ibu, seandainya aku boleh meminta, aku ingin melihat senyummu dan mendengar suaramu. Aku ingat, senyum dan suara lembutmu selalu membuatku tenang dan kuat.

Ibu, seandainya mataku bisa melihat, aku percaya saat inipun kau sedang tersenyum dan tak pernah berhenti bangga padaku. Akupun bangga padamu ibu. Engkau sudah menjadi ibu penebar harapan dan ibu pembangkit semangat yang membuncahkan hasrat untuk tak menyerah. Terimakasih ibu.