Catatanku...

Wednesday, November 01, 2006

Sosok Pahlawan

Seseorang menjadi pahlawan, bila ia dianggap berjasa oleh orang lain atau oleh sekelompok masyarakat. Membayangkan pahlawan kemanusiaan, sering kita diingatkan pada tokoh Mahatma Gandhi, Pangeran Diponegoro atau Ibu Theresia. Hampir kebanyakan hidup orang yang dianggap pahlawan, bisa dijadikan teladan. Mulai dari ketulusan, kesederhaan, kemauan untuk berkorban dan semua hal baik lainnya.

Lain dengan tokoh Oskar Schindler. Aku mengenal tokoh ini melalui film karya Stephen Spielberg "Schindler List". Melihat tokoh Oskar, rasanya kok tidak pas dengan deskripsi pahlawan, yang menunjukkan kejujuran, kebaikan, kesetiaan, kesederhanaan, niat baik atau kepedulian terhadap orang lain. Oskar Schindler, yang adalah seorang oportunist NAZI pada waktu perang dunia ke dua, jauh dari deskripsi itu. Setelah mencari-cari informasi tentang hidupnya dan karya kepahlawanannya, aku jadi bertanya-tanya dan sedikit heran. Bagaimana seorang seperti Oskar mampu menolong dan menyelamatkan 1200 orang Yahudi dari kamp konsentrasi NAZI, sementara kebanyakan orang lain hanya sanggup merasa prihatin tanpa sanggup melakukan apa-apa.

Oskar Schindler adalah seorang Jerman. Gagah, charming, bermata biru dan memiliki kemampuan dan talenta untuk menjadi seorang presenter yang baik. Kemampuannya membujuk, merayu, meyakinkan orang lain dengan segala cara, membuat pengusaha yang sering gagal itu mempunyai usaha yang maju bahkan didukung sepenuhnya oleh penguasa NAZI yang berkuasa saat perang dunia ke duaitu. Motivasi awal ia melakukan semua itu hanyalah mencari keuntungan dan kekayaan belaka. Saat perang, saat pengusaha Yahudi yang kaya di Polandia harus melepaskan kekayaannya, saat NAZI sedang berjaya, saat itulah ia memanfaatkan talentanya untuk merenguk keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Hidupnya digambarkan sebagai seorang yang suka minum-minum, pesta, main perempuan, lengkap dengan praktek kolusi dan sogok sana sini untuk mendapatkan kemudahan usahanya. Padahal disisi lain, seorang Itzak Stern, akuntan Yahudi, yang sesungguhnya menjadi otak dibalik semua kesuksesannya.

Sampai disini, tak pernah terlintas ia akan menjadi sosok yang dicatat dalam sejarah. Tidak terlihat nilai-nilai kepahlawanan dalam sosoknya, bahkan istri dan perkawinannya pun begitu tidak penting baginya. Tetapi, di satu saat, ketika dari hari ke hari ia melihat kekejaman tentara Jerman dan ketika para pekerjanya harus dikirimkan ke Auswitz untuk dibunuh, hidupnya jadi berubah. Cara pandangnya jadi berubah.

Bertolak dari sana, ia lalu melepaskan segala miliknya. Sebetulnya, saat para pekerjanya, yang keseluruhannya terdiri dari orang Yahdui, hendak dikirim ke Auswitz untuk dibunuh, ia bisa pergi dan membawa keuntungannya kembali ke Jerman. Tetapi yang ia lakukan justru menggunakan kekayaan dan pengaruhnya untuk menyelamatkan 1200 orang Yahudi dari kamar gas di Auswitz. Dengan trik, suap dan kolusi yang memang sudah menjadi kebiasaannya, ia lepaskan semua yang ia miliki demi sekian banyak nyawa, nyawa "Schindler Jews". Ia memang akhirnya dianggap pahlawan oleh orang Yahudi tetapi dianggap penghianat oleh bangsanya sendiri. Ia meninggal dalam keadaan bangkrut, tetapi mendapat penghormatan di Israel.

Aku tak pernah bisa mengerti hal apa yang mendorong ia melakukan semua itu. Yang bisa kutangkap hanyalah, dibalik cara hidupnya yang tidak biasa untuk sosok seorang pahlawan, ia masih memiliki hati nurani dan rasa kemanusiaan yang mampu merubuhkan tembok kebencian, baik kebencian pada etnis, suku, agama, pandangan hidup atau perbedaan lainnya.

Seandainya, rasa dan hati seperti itu masih ada pada setiap kita, lepas dari bagaimana sifat, karakter atau cara hidup, rasanya tak perlu lagi ada perpecahan, kekerasan dan peperangan terjadi.