Catatanku...

Monday, February 20, 2006

Belajar menjadi sahabat

Pertemuan rutin dua mingguan yang lalu membahas tentang bagaimana menjadi sahabat yang baik. Teman-teman dari umur yang berbeda, latar belakang keluarga, suku dan pendidikan yang berbeda memberikan warna dan arti yang beragam tentang arti persahabatan.
Yang satu mengatakan bisa dipercaya, yang lain menekankan pentingnya pengorbanan, dan ada juga yang bicara tentang kejujuran, keterbukaan, cinta, kepedulian dan empati ketika topik ini diangkat.

Lalu aku ingat akan teman-teman terbaikku. Ingat akan potongan-potongan pembicaraan dan pertemuan.

+ Hei, selamat yaa...dari dulu gue tau loe emang bisa. Gue ikut seneng yaa....sekaligus sirik....hahahaha

+ Hei, kamu boleh sedih, tapi jangan kelamaan ya. Kasih deadline. Aku yakin kamu bisa ngelewatin saat gak enak ini.

+ Aku kecewa dan marah sama kamu......tapi kamu tetep temenku.

+ Kapan kita jalan bareng lagi? nongkrong di cafe di pojokan Bahnhoff kayaknya enak deh!

+ hei, ada waktu untuk sepeda-an bareng? mumpung cuaca cerah ini, daripada duduk di kamar dan mikirin hal yang udah lewat dan gak bisa diubah.

dan masih banyak yang lainnya.....dan yang lainnya lagi.

Menjalin persahabatan, bukan hanya melewatkan saat manis atau tawa bersama. Ada juga saat salah paham, saat kecewa dan marah, saat tak berdaya. Tapi hanya kemauan yang kuat saja yang tetap mengikat kita dalam tali persahabatan.

Pembicaraan panjang tadi malam dengan sahabat-sahabatku membuat pagi hari ini terasa lebih ringan. Kesediaan mereka mendengar semua keputusasaan, ketidakberdayaan dan kemarahanku membuat aku tak lagi membawa kesesakan ini sendiri. Suamiku dengan mata tertawa berkomentar, "Ternyata kamu gak bisa di stop kalau sudah bicara yaa...." Aku jadi malu, dan berjanji untuk mau lebih banyak belajar jadi sahabat dengan menyediakan diri untuk mendengar daripada bicara.